GAGUS KETUT SUNNARDIANTO: "Menembus KETERBATASAN"

"Awalnya, aku tidak pernah menyangka bisa merasakan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi." Ya, tak pernah menyangka, dulu aku berpikiran anak seorang penjual jamu tradisional seperti saya mana mungkin bisa melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi, hampir saja setelah lulus SMA aku tidak meneruskan kuliah karena takut biaya kuliah yang bagiku saat itu sangat mahal.

Ternyata, Allah memberiku lebih, aku bisa melanjutkan kuliah S-1 di Universitas Negeri Surabaya, S-2 di Universitas Indonesia, saat ini baru saja menyelesaikan S-2 di Universitas Osaka dan baru akan memulai program S-3 di Universitas Osaka, Jepang. Sungguh, ini semua di luar nalar saya, ini adalah nikmat Allah SWT yang harus aku syukuri. Doa, usaha, ikhtiar dan tawakal menjadi kunci perjuanganku.

Kalau teman-temanku bilang aku hebat, jujur aku tidak hebat, kalau ada teman bilang aku pintar, jujur aku tidak pintar. Menurutku ini semua bukan karena aku pintar atau hebat, tapi aku hanya beruntung saja dan tentunya dibalik keberuntungan itu harus ada effort yang dikeluarkan untuk menuju keberuntungan itu.

Masa kuliah S-1 di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) adalah masa terberatku secara finansial, saat itu yang menjadi tulang punggung keluarga adalah ibuku sebagai penjual jamu tradisional, setiap harinya kadang laku kadang tidak. Tidak lakupun sering. Dengan kondisi seperti itu, hampir saja aku urungkan niat untuk kuliah. Namun, hati tetap berkata aku harus kuliah, entah bagaimana caranya, aku harus kuliah. Rasa ingin kuliah di kampus ternama pasti ada, namun saya urungkan karena masalah finansial. Dengan pelan-pelan aku menyampaikan keinginan kuliah pada Ibu, namun Ibu belum setuju, beliau bilang lebih baik bekerja dulu, setelah bisa menabung baru melanjutkan kuliah. Namun saya tetap meyakinkan Ibu bahwa anak miskin harus tetap bisa kuliah, biaya kuliah jangan sampai menjadi halangan anak-anak miskin, anak-anak kurang beruntung secara finansial untuk melanjutkan sekolah. Akhirnya, pelan-pelan saya meyakinkan Ibu kembali supaya mendapat restu dari beliau.

Alhamdulillah beliau mengijinkan saya untuk kuliah walau belum tahu nanti bagaimana cara membayar biaya kuliah, biaya kost, biaya hidup, dll. Begitu lulus SMA, Alhamdulillah saya diterima di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), selama masa perjuangan kuliah di Unesa inilah aku benar-benar merasakan perjuangan. Ya...bagiku saat itu perjuangan yang luar biasa karena selain kuliah harus bekerja menjadi guru privat dari rumah ke rumah. Begitu kuliah selesai, langsung mengajar privat dari rumah ke rumah, tak jarang sampai asrama malam hari. Kadang, demi bertahan hidup di Surabaya, kuliah di nomor duakan, yang penting ya cari uang supaya bertahan hidup. Tak lama aku menjadi guru privat, tiba saatnya pengumuman saya mendapat beasiswa TPSDP (Technological and Professional Skills Development Sector Project). Ya, saya katakan dengan beasiswa tersebut Allah memberiku lebih. Manusia, keluarga tidak ada yang sempurna, dibalik kekuranganku, ternyata Allah memberiku lebih, memberi lebih disaat yang tepat. Beasiswa TPSD tersebut aku dapatkan hingga aku menyelesaikan pendidikan sarjana. Puji syukur, dengan doa, usaha, ikhtiar, tawakal selama berjuang di kampus Unesa, aku bisa mendapat gelar sarjana dengan predikat yudisiawan terbaik se-FMIPA saat itu (September 2009). Bersyukur sekali, yang awalnya tidak yakin bisa kuliah, akhirnya bisa kuliah dan lulus dengan prdikat yudisiawan terbaik.

Yang aku rasakan, semua ini bukan karena aku pintar, hebat tapi lebih kepada berusaha keras melakukan yang terbaik atas kesempatan yang diberikan Allah SWT. Bagiku, bisa merasakan kuliah adalah nikmat-Nya yang harus aku syukuri dengan kerja keras mencapai hasil yang maksimal. Mendengar kabar kelulusanku tersebut, betapa bahagianya ibu dan almarhum bapakku saat itu, meskipun saat prosesi wisuda beliau tidak bisa hadir, tapi aku tersenyum bahagia dan bisa membuktikan ke Ibu kalau anak penjual jamu tradisional bisa menyelesaikan pendidikan sarjana.

Ternyata, hati ini tidak mau berhenti sekolah, aku pun berusaha untuk bisa melanjutkan kuliah ke jenjang magister. Saat itu, cara berpikirku yang sempit dan minder masih terbawa olehku mengingat biaya kuliah untuk jenjang S-2 sangat mahal bagiku. Hati terus mendesak untuk secepatnya. Namun, lagi-lagi masalah finansial yang menjadi halangan bagiku untuk segera melanjutkan kuliah ke jenjang S-2. Aku pun memberanikan diri mengikuti ujian masuk S-2 UI melalui jalur SIMAK-UI (Seleksi Masuk Universitas Indonesia) program pascasarjana. Alhamdulillah diterima. Namun, saat itu masih ragu-ragu diambil atau tidak karena lagi-lagi masalah biaya kuliah dan biaya hidup menjadi beban pikiranku saat itu. Aku beruntung disaat mulai bingung dengan biaya kuliah magister dan biaya hidup di Depok, aku mendapat informasi beasiswa pertukaran pelajar dengan beasiswa JASSO (Japan Student Services Organitation). Aku pun mencoba mendaftar dan Alhamdulillah diterima sebagai exchange student di Osaka University selama setahun dengan beasiswa JASSO. Aku segera mengurus cuti akademik dan mulai mempersiapkan dokumen-dokumen seperti paspor, dll. Ini menjadi pengalaman pertamaku naik pesawat ke luar negeri. Aku pun berangkat ke Jepang.

Berangkat dari bandara Seokarna-Hatta seorang diri. Tiada satupun keluarga / saudara yang mengantar. Orang tua dan saudara berada di desa dan saat itu orang tua dalam keadaan sakit. Aku kuatkan diriku untuk berangkat. Karena aku yakin jalan yang aku tempuh adalah jalan yang benar. Aku harus berani keluar dari zona nyaman. Aku harus berani meninggalkan Ibu di desa untuk sementara demi membahagiakan beliau. Aku tidak boleh berhenti dan diam. "Happiness is not something you postpone for the future; it is something you design for the present".

Bismillah..., aku berangkat dengan keyakinan bahwa ini adalah jalan yang aku ukir untuk impianku. Selama mengikuti program pertukaran pelajar di Osaka University. Banyak hal yang kudapatkan baik dari akademik maupun non akademik. Aku merasakan sekolah di Jepang dengan beasiswa benar-benar bisa fokus belajar tanpa memikirkan beban biaya seperti yang aku alami saat kuliah sarjana di kota Surabaya. Tidak hanya nyaman belajar, dari uang beasiswa tersebut juga bisa ditabung dan membantu orang tua di desa. Saat itulah, aku merasakan betapa bermanfaatnya perjuanganku untuk orang tua. Karena hanya inilah kebahagiaan seorang anak, yakni disaat bisa membantu orang tua dan melihat orang tua berkecukupan untuk kebutuhan sehari hari. Aku berusaha untuk hemat, masak sendiri dan ke kampus selalu bawa bekal. Uang dari beasiswa aku kumpulkan untuk biaya kuliah magister di Universitas Indonesia. Ini bagian perencanaanku yang sdh aku susun sedemikian rupa supaya bisa membiayai kuliah magister hingga selesai. Program exchange student selama setahun telah usai. Aku segera pulang ke Indonesia untuk melanjutkan kuliah di UI.

Karena keinginan yang besar untuk segera lulus. Aku ambil semua mata kuliah semester satu dan tiga di semester pertama. Saat semester kedua, aku ambil mata kuliah semester dua dan thesis. Memang berat, hampir setiap hari pulang dari kampus pkl 21.00 WIB, sabtu minggu pun aku sempatkan untuk mencicil thesis sedikit demi sedikit. Saat menjalani perkuliahan di UI. Aku juga mendaftar program beasiswa Pemerintah Jepang (Monbukagakusho). Masih teringat sekali, saat ujian dan interview bertepatan dengan periode ujian semester di UI. Lari sana, lari sini untuk ujian beasiswa dan ujian semester. Awalnya, aku tidak yakin bisa mendapatkan beasiswa Pemerintah Jepang (Monbukagakusho) karena minimnya persiapan dan saat itu juga sedang sibuk-sibuknya menjalani kuliah di UI. Yang penting aku berusaha maksimal, terbaik yang bisa aku lakukan. Setelah melewati proses pendaftaran, ujian dan interview. Aku menjalani kuliah seperti biasa. Hingga tiba saatnya pengumuman hasil seleksi.

Tanggal 21 Juni 2012, "aku mendapat email dengan subject: Selection result Monbukagakusho (MEXT) Scholarship. Setelah kubuka tertulis : Dear Gagus Ketut, I am pleased to inform you have been selected as Monbukagaksho (MEXT) Scholarship student after the final selection at MEXT. Congratulations!" Aku masih tidak percaya, aku coba yakinkan diriku bahwa ini adalah kenyataan. Sampai aku sign out email, lalu sign in lagi. Aku baca pelan-pelan lagi. Tanpa kusadari air mata menetes karena senang dan juga terharu atas perjuangan ini. Aku pun langsung sujud syukur. Inilah jawaban Allah SWT atas doa dan usaha selama ini. Keinginan kuliah dan membantu orang tua di desa terpatri dalam hati sejak dulu. Yang aku rasakan sampai detik ini, "aku mendapatkan beasiswa Pemerintah Jepang (Monbukagakusho) bukan karena aku hebat, bukan karena aku pintar. Namun, ini bagian dari keberuntunganku. Dan keberuntungan itu datang karena kesadaran diri dalam menangkap peluang-peluang. Segala peluang yang ada jangan disia-siakan atau dilewatkan. Dengan begitu, keberuntungan akan datang dengan sendirinya."

Setelah pengumuman beasiswa tersebut. Aku segera fokus untuk menyelesaikan kuliahku. Masih ada beberapa kelas dan thesis. Aku berjanji pada diri sendiri harus bisa lulus kuliah sebelum keberangkatanku ke negeri sakura. Setiap selesai kuliah, mencicil mengerjakan thesis jadi makanan sehari hari. Sabtu minggu pun thesis jadi prioritasku. Man Jadda Wa Jada (barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka pasti akan berhasil). Akhirnya dengan kerja keras tersebut, aku bisa menyelesaikan kuliah S-2 di UI dalam waktu dua semester.

Pada 28 september 2012, aku berangkat ke negeri sakura dan langsung mengikuti integrated course program yang akan ditempuh selama lima tahun. Yakni, dua tahun untuk jenjang master degree dilanjut tiga tahun untuk jenjang doctoral degree. Saat ini Alhamdulillah saya baru menyelesaikan program master degree dan langsung lanjut untuk program doctoral degree. Intinya, "jangan pernah berhenti untuk berjuang secara konsisten. Jangan pernah berhenti berjuang karena keterbatasan atau kekurangan yang ada. Justru, rubahlah kekurangan dan keterbatasan sebagai kekuatan besar yang bisa mengantarkan kita pada cita-cita yang diberkahi oleh Allah SWT."

Untuk teman-temanku di Indonesia yang sedang berjuang meraih cita. "Dalam hidup ini keberhasilan akan bisa diraih bila kita bersikap militan. Militan berarti penyerahan diri secara totalitas baik waktu, tenaga dan pikiran dipusatkan untuk satu tujuan. Jadi lebih penting memusatkan seluruh perhatian untuk satu tujuan yang kita perjuangkan dari pada mempersoalkan keterbatasan yang kita miliki."

Previous
Next Post »